Jumat, 16 Oktober 2015

TUgas 3 - Ethical Governance ( Etika Profesi Akuntansi# )

ETHICAL GOVERNANCE

Ethical Governance atau etika pemerintahan, mengacu pada kode etik profesi tertentu. Etika bagi mereka yang bekerja di dalam suatu instansi pemerintahan. Etika pemerintahan mengatur tentang perilaku sekelompok orang yang bekerja di suatu pemerintahan.
Menurut Bank Dunia (World Bank), Ethical Governance adalah kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, agar dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
Ethical Governance mencakup 5 (lima) hal, yaitu sebagai berikut :
1.     Governance System
Sistem pemerintahan (Governance System) berasal dari kata sistem dan pemerintahan. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karya W.J.S. Poerwadarminta, sistem adalah sekelompok bagian yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu tujuan. Secara umum, sistem dapat diartikan sebagai hubungan fungsional antarbagian dalam keseluruhan. Bagian-bagian itu saling berkaitan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Hubungan itu demikian erat sehingga menimbulkan ketergantungan satu sama lain.
Sementara arti pemerintahan adalah segala kegiatan atau usaha yang terorganisasikan, bersumber pada kedaulatan dan berlandaskan dasar Negara, mengenai rakyat dan wilayah Negara itu demi tercapainya tujuan negara. Sistem pemerintahan adalah sistem hubungan fungsional antarlembaga negara dalam menjalankan kekuasaannya didalam suatu negara untuk mencapai tujuan.
Sedangkan dalam hal lain Governance System merupakan suatu tata kekuasaan yang terdapat di dalam suatu perusahaan yang terdiri dari 4 (empat) unsur, yaitu :
a.      Commitment on Governance
Commitment on Governance adalah komitmen untuk menjalankan perusahaan, dalam hal ini adalah bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
b.      Governance Structure
Governance Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di perusahaan, sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
c.       Governance Mechanism
Governance Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
d.      Governance Outcomes
Governance Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) baik dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktik-praktik yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.
2.     Budaya Etika
Menurut Chursway dan Ledge, budaya merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dengan para pegawai berperilaku. Sedangkan Etika mempunyai arti sebagai ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan apa yang buruk serta tentang hal dan kewajiban moral.
Budaya organisasi (Organizational Culture) dianggap sebagai variable independent yang mempengaruhi perilaku anggota di dalam organisasi. Budaya Organisasi dapat diartikan sebagai suatu persepsi umum yang diterima oleh seluruh karyawan dalam memandang sesuatu. Organisasi dapat dipandang sebagai karakteristik yang memberikan nilai pada organisasi.
Terdapat tiga faktor yang menjelaskan perbedaan pengaruh budaya yang dominan terhadap perilaku, yaitu:
e.       Keyakinan dan nilai-nilai bersama.
f.       Dimiliki bersama secara luas.
g.      Dapat diketahui dengan jelas, mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap perilaku.

3.     Mengembangkan struktur Etika Korporasi
Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya.
Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.
Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board Governance” yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih mudah dan cepat.
4.     Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)
Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, suatu perusahaan perlu dilandasi oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku (code of conduct) yang dapat menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan.
Kode perilaku korporasi (corporate code of conduct) merupakan pedoman yang dimiliki setiap perusahaan dalam memberikan batasan-batasan bagi setiap karyawannya untuk menetapkan etika dalam perusahaan tersebut.  Kode perilaku korporasi yang dimiliki suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lainnya, karena setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda dalam menjalankan usahanya. Prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah:
“Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya”.
5.     Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Setiap individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct yang dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan. Laporan dari pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas yang jelas dari pelapor.
Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Evaluasi sebaiknya dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada dalam pedoman dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapat kesalahan.
Dewan kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran atas Code of Conduct dan melaporkannya kepada Direksi dengan didukung oleh bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan.

6.     Contoh Kasus – Ethical Governance
Maraknya kasus pelanggaran hukum yang terjadi di Indonesia memang sudah menjadi hal yang biasa seperti kasus korupsi yang tidak habisnya melanda Indonesia. Salah satu contohnya adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh PNS di Jember mereka diberhentikan karena terlibat kasus korupsi.
Pelanggaran hukum yang terjadi di lingkungan pemerintah bisa jadi dimulai dari lemahnya etika para petinggi negara yang kurang mengintegrasikan nilai-nilai agama. Contoh etika yang masih kurang dalam pemerintahan adalah tidak datang saat rapat atau datang terlambat saat kerja. Contoh lainnya adalah korupsi waktu yang dilakukan PNS yaitu tidak hadir saat jam kerja melainkan menggunakan waktunya untuk shopping. Walaupun ini tidak dilakukan oleh semua PNS namun hal ini juga dapat mencoreng nama PNS itu sendiri.
Disini diperlukan adanya pengawasan dari masyarakat untuk dapat mengawasi kinerja pemerintah. Untuk mewujudkan Indonesia agar bersih dari KKN. Seperti yang tercantum dalam UU No. 28/1999 tentang Penyelanggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN telah diterbitkan Instruksi Presiden No. 7/1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Instruksi Presiden No.5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, serta Peraturan Pemerintah No.8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.




Sumber :






Tidak ada komentar:

Posting Komentar